Wanita Separuh baya (52) Halidja Marding bekerja sebagai Kepala Desa Morea, Kecamatan Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara , Sulawesi Utara. Wanita ini mampu membawa perubahan luar biasa terhadap Desa Morea yang dahulu wilayah miskin menjadi desa yang membuat penduduk sejahtera. Tidak hanya dari sosok kepala desa saja yang dapat kita lihat, namun dia memiliki sikap pluralisme yang tinggi di Desa Morea.Halidja adalah sosok wanita yang patut kita kagumi. Dia tinggal di Desa Morea bersama ayah nya sejak usia 18 tahun. Walaupun ia tidak lahir dan dibesarkan di desa itu sejak dulu, ia berhasil menjadi Kepala Desa Morea berkat sikapnya yang ramah, pluralisme dan baik hati.
Halidja sangat bangga dan senang menjalani hidupnya di Desa Morea. Dilihat dari penduduknya yang majemuk, membuat halidja semakin menghargai adanya perbedaan agama tersebut. Dia dan seisi keluarga nya menganut agama muslim, sedangkan penduduk lain menganut agama kristiani. Meski demikian, kedekatan dan tali persaudaraan di antara warga desanya tidak membekaskan ada hal yang berbeda. Seperti saat bulan ramadhan, warga desa ini justru mengirimkan kue kepada Halidja dan keluarganya untuk memperingati bulan suci.
"Warga sangat menghargai kami. Bahkan, saat bulan puasa, mereka membangunkan kami untuk sahur. Saat lebaran, warga kumpul di rymah, makan bersama. Rasanya indah sekali kalau kita hidup rukun tanpa membeda bedakan latar belakang", kata Halidja. Bisa dilihat dari perkataan halidja bahwa hidup rukun dan saling menghargai perbedaan ras/suku itu sunggulah indah. Kemudian, warga Morea menyarankan Halidja mendirikan masjid sebagai tempat shalat bagi dia dan keluarganya. Namun, dia menolak saran dari penduduk desa karena sejauh ini di desanya hanya Halidja dan keluarganya yang Muslim. Sehingga, dia dan keluarganya melakukan shalat ke masjid di Belang, sekitar 5 kilometer dari desanya. Untuk shalat setiap hari, dia melakukan nya cukup di rumah bersama keluarganya. Hal ini patut kita contoh dalam kehidupan sehari-hari.
Kepedulian dan kecintaan Warga Morea terhadap Halidja ini terunjuk dengan terpilihnya Halidja sebagai Kepala Desa Morea. Ia terpilih sebagai kepala desa dengan dukungan 176 suara tahun 2013. Saat tahun 2007, ia terpilih secara langsung dengan 178 suara. Sampai akhirnya, Bupati Minahasa Tenggara memberikan dukungan moral ikut berkampanye untuk Halidja. Sosok Halidja harus menjadi teladan bagi masyarakat kita yang pluralis. Kemenangan pilkades sebagai penghargaan besar dari kemajemukan bangsa indonesia sangat dirasakan oleh Halidja. Banyak warga dan orang orang sekitar halidja bahkan sampai sejumlah pendeta memilih Halidja sebagai Ketua Desa Morea. Dukungan dan kecintaan warga membuat Halidja maju dan percaya diri menjalani hidupnya.
Dengan modal menjadi guru sekolah dasar dan sarjana ilmu sosial, Halidja tak mendugga akan dikenal banyak oleh orang orang di Kabupaten Minahasa dan terpilih sebagai Kepala Desa Morea. Wanita separuh baya ini, memiliki sikap yang ramah dan menghargai perbedaaan di desanya. Bayangkan saja, setiap hari minggu ia menghadiri perayaan sejumlah gereja di Morea. Dari mulai gereja Protestan sampai Katolik. Desa Morea terletak di Kecamatan Ratatotok, sekitar tiga jam dari Kota Manado. Perjalanan menjuju desa ini sangatlah tak mudah untuk dilalui. Daerah berbukit dan menurun curam, serta kondisi jalan yang berkerikil membuat banyak warga kesulitan untuk berobat atau bantuan dari luar memasuki Morea. Suatu ketika, Hajidla menolong warga nya yang sakit sampai diangkut oleh ojek untuk dibawa ke rumah sakit.Sikap inilah yang membuat warga simpati dan menghargai sosok Hajidla. Wanita separuh baya ini, memperjuangkan dirinya bekerja keras untuk mengubah Desa Morea menjadi lebih baik dan sejahtera.
Mayoritas warga desa ini bekerja sebagai petani kelapa dan cengkeh. Rumah - rumah mereka berdinding beton dengan jalan yang sudah teraspal. Hal ini membuat Desa Morea terlihat damai dan sejahtera.
Menurut Hajidla, Rp 10 juta untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan dari Desa Morea setiap tahun tak sulit dikumpulkan. Pendapatan desa ini diperoleh dari sumbangan Yayasan Pembangunan Berkelanjutan.
Sumbangan ini dipakai warga untuk pembangunan sekolah dan jalan. Kemudian, dilihat dari segi kesehatan ternyata banyak anak-anak di desa mengalami gizi buruk. Hal ini membuat Hajidla bekerja keras untuk mengatasi kesehatan anak anak di Morea. Sehingga, Hajidla berhasil menangani gizi buruk tersebut bersama Pemerintah Kabupaten.
Sikap dan tindakan Hajidla yang berempati pada warga dan tanpa pandang bulu, membuat ia memperoleh penghargaan sebagai tokoh pluralisme di media cetak.
Dari ulasan di atas, banyak sekali nilai dan ajaran yang dapat diambil. Kita sebagai masyarakat Indonesia patuh mengikuti sikap Hajidla. Kita sebagai masyarakat majemuk, harus bisa bersimpati dan berempati satu sama lain demi kesejahteraan hidup. Tidak memandang bulu, entah itu suku apa, agama apa, apakah ia kaya atau miskin. Sosok Hajidla mungkin bagi kebanyakan orang adalah sosok biasa. Namun, sebagai manusia kita tidak bisa memandangi seseorang dari latar belakang, atau satu sisi saja. Kita juga harus berterima kasih kepada orang - orang yang mendukung dan menemani kita sampai kita besar dan berhasil. Keluarga, teman, orang orang sekitar menjadi sosok yang membuat seseorang semakin maju. Sifat kerendahan hati , ketulusan dan ramah mungkin tidak semua orang memilikinya. Namun, kita bisa belajar dari karakter Ibu Hajidla. Bagaimana agar hidup dapat rukun, damai dan sejahtera bergantung sikap kita sebagai manusia dan amal kita kepada Tuhan Yang Maha Esa menuntun hidup kita. Terima Kasih untuk para pembaca atas partisipasi membaca blog saya. Semoga tidak hanya menambah bekal dan wawasan luas, namun mengubah pembaca menjadi seorang yang lebih baik, ramah dan rendah hati. :)
Sumber: Kompas 12 september 2014. Hal 16 (Sosok) - Jean Rizal Layuck
Review oleh Nerissa Benedita
Apa yang dilakukan Halidja ini contoh penting hidup dalam pluralisme. Good!
BalasHapus